Kerikil = Buddha (3)
Konsumsi yang Berkesadaran
Y.A. Maha Biksu Thich Nhat Hanh
Diterjemahkan oleh Jimmy Lominto
Saya punya sebuah kantong kecil yang berisi batu kerikil: satu, dua,
tiga, empat, lima, dan enam butir. Kerikil-kerikil ini adalah untuk
meditasi duduk. Adik-adik yang masih muda bisa membuat sebuah kantong kecil
untuk diri kalian masing-masing dan kumpulkan enam butir kerikil macam
ini untuk berlatih meditasi duduk. Saya akan jelaskan pada kalian
bagaimana melakukan meditasi kerikil. Saat kalian temukan enam butir kerikil
macam ini, cucilah dengan sabun, lalu keringkan, dan kalian bisa bawa
kerikil itu ke dalam aula meditasi dan duduklah di dekat Buddha.
Tunjukkan Buddha enam butir kerikil kalian. Ini memberikan saya perasaan yang
sangat menyenangkan, menggenggam kerikil dalam tangan saya.
Saya punya seorang teman yang tinggal di Jerman dan dia punya sebuah
mobil yang sangat mahal. Suatu ketika saya duduk di dalam mobilnya dan
dia sedang menyetir ke tempat di mana kami akan mengadakan retret lima
hari. Dalam perjalanan, dia bicara dengan orang lain di telpon dan saya
sadar bahaya sekali bicara di telpon sambil nyetir. Dia berhenti di
dekat sebuah hutan dan kami berlatih meditasi jalan di hutan. Saya melihat
sebuah buah pinus dan saya taruh buah itu ke dalam mobil, ke atas
dasbor mobil untuk dia lihat. Dan saya katakan pada teman saya, “Setiap kali
kau lihat buah pinus ini, kau lihat aku, dan engkau tidak akan bicara.”
Dan setelah itu, ia pun berhenti bicara di telpon saat sedang nyetir.
Tapi suatu hari, ketika dia menerima telpon yang dia anggap sangat
penting, dia sangat ingin bicara , maka ia lalu membuka sebuah kotak kecil
dan ditaruhnya buah pinus itu ke dalam kotak sebelum angkat
telpon…sebab, ketika dia melihat buah pinus itu, dia tidak bisa bicara. Dia merasa
tidak nyaman bicara saat melihat saya di dalam buah pinus itu. Ketika
saya masuk kembali ke mobil, saya tidak melihat buah pinus lagi. Kata
saya, “Kemana buah pinus itu? Kenapa tidak ada di sini lagi?” Dan ia pun
berkata, “Baru saja kemarin, saya betul-betul perlu bicara di telpon,
itulah sebabnya saya sembunyikan buah pinus bhante.” Ternyata, saya
tidak cukup beruntung!
Buah pinus itu bagaikan kehadiran guru, kehadiran sahabat, kehadiran
Buddha, kehadiran Sangha, komunitas praktik. Ia ada di sana untuk
melindungi anda dan ia membantu anda melindungi diri anda sendiri. Kerikil ini
bagaikan buah pinus dan saya ingin anda semua punya kerikil macam ini
dalam kantong anda, selalu. Setiap kali anda merasa amarah muncul dalam
diri anda, setiap kali anda merasa kedamaian absen dalam diri anda,
soliditas, dan suka cita absen dalam diri anda, anda selalu dapat
memasukkan tangan anda ke dalam kantong, ambil kerikil itu, dan mulai bernafas:
“Nafas masuk, kutenangkan tubuhku, nafas keluar, aku tersenyum,” paling
tidak sebanyak tiga kali. Jika anda temukan diri anda berada dalam
situasi di mana anda tidak damai, jika amarah muncul dalam diri anda, jika
anda teriritasi, anda bisa saja mengucapkan kata-kata yang akan anda
sesali kemudian. Oleh karena itu, anda butuh perlindungan dan kerikil ini
adalah Buddha, kerikil ini adalah Sangha, kerikil ini adalah Dharma.
Itulah sebabnya, setelah menemukan kerikil anda, pergilah ke Buddha,
duduklah di dekat Buddha, dan tunjukkan Beliau kerikil itu: “Buddha yang
terkasih, inilah kerikilku. Aku hendak berlatih dengan kerikil ini. Aku
berjanji padaMu, Buddha yang terkasih, setiap kali aku marah, setiap
kali aku teriritasi, setiap kali aku tidak damai, setiap kali aku
menangis, akan kusentuh kerikil ini dan menggenggamnya dalam tanganku. Aku
akan bernafas secara mendalam agar dapat membawa kedamaian kembali, agar
dapat merubah kemarahan dalam diriku. Aku hanya akan bernafas secara
mendalam—nafas masuk aku akan menjadi tenang, nafas keluar, aku akan
tersenyum—hingga amarah itu pergi.”
Sungguh sangat bahaya sekali melakukan sesuatu di kala anda sedang
marah. Sangat bahaya sekali mengatakan sesuatu di saat anda sedang marah,
sebab anda dalam bahaya akan menimbulkan banyak kerusakan, melakukan
hal-hal yang merusak hubungan anda dengan seseorang, misalnya dengan ayah
anda, ibu anda, kakak laki-laki atau adik perempuan anda. Maka dari
itu, dalam latihan melindungi diri anda terhadap kemarahan anda, terhadap
perusakan, kerikil anda bagaikan buah pinus. Saya ulangi: kerikil itu
adalah Buddha, kerikil itu adalah Dharma, dan kerikil itu adalah Sangha.
Sangha berarti sebuah komunitas yang terdiri dari saudara-saudari yang
berlatih Perhatian Benar, yang berlatih kedamaian, yang berlatih suka
cita. Saya bawa Buddha menyertai diri saya, Saya bawa Dharma menyertai
diri saya, Saya bawa Sangha menyertai saya dalam kantong saya. Lihatlah,
kerikil ini terlihat seperti sesuatu yang dari luar diri anda. Anda
memungutnya dari alam terbuka, tapi jika anda berlatih dengan baik,
kerikil
ini akan menjadi sesuatu yang sangat dekat dengan anda dan kerikil ini
bisa masuk jauh ke dalam hati anda. Dan kerikil yang menyimbolkan
Buddha, Dharma, dan Sangha ini akan menjadi sesuatu yang sangat erat terkait
dengan diri anda dan akan selalu bersemayam dalam hati anda dengan
energi lindungannya. (bersambung)