Tuesday, September 28, 2004

HURICANES while I was in Florida

About as good as any explanation I have heard so far…

Rumor has it that Frances was married to Ivan but was having an affair
with Charley. Charley used her and left, and she went looking for
him--mad. Charley swept through Florida quickly while Frances (a woman
scorned) followed close behind taking her time looking everywhere for
him.

Ivan (vacationing in the Caribbean) finally got wind of what happened
and is now looking for his wife and Charley. Ivan has vengeance in his
heart and has the whole gulf coast running for the hills.

Actually Ivan was in the Caribbean with Jeanne and she is now "hot for
him". Which is surprising because she just broke her engagement with
Karl who is out looking for both Ivan and Jeanne. Karl's little sister,
Lisa, is trying to keep him out of trouble. Matthew is Lisa's
boyfriend who follows her anywhere.


And the rest of this story is....


TO BE CONTINUED...)

Friday, September 24, 2004

Miskin dan Kaya

Biarlah yang Miskin Berkata, "Aku Kaya!"
Suatu hari, ayah dari suatu keluarga yang sangat sejahtera membawa anaknya bepergian ke suatu negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian, dengan maksud untuk menunjukkan bagaimana kehidupan orang-orang yang miskin. Mereka menghabiskan waktu berhari-hari di sebuah tanah pertanian milik keluarga yang terlihat sangat miskin tersebut, sang ayah bertanya kepada anaknya, "Bagaimana perjalanan tadi?" "Sungguh luar biasa, Pa." "Kamu lihat kan bagaimana kehidupan mereka yang miskin?" tanya sang ayah. "Iya, Pa," jawabnya. "Jadi, apa yang dapat kamu pelajari dari perjalanan ini?" tanya ayahnya lagi. Si anak menjawab, "Saya melihat kanyataan bahwa kita mempunyai seekor anjing sedangkan mereka memiliki empat ekor.

Kita punya sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke tengah-tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai kecil yang tak terhingga panjangnya. Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri dan mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka. Beranda rumah kita begitu lebar mencapai halaman depan dan milik mereka seluas horison.

Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit sedangkan mereka mempunyai tanah sejauh mata memandang. Kita memiliki pelayan yang melayani setiap kebutuhan kita tetapi mereka melayani diri mereka sendiri. Kita membeli makanan yang akan kita makan, tetapi mereka menanam sendiri. Kita mempunyai dinding indah yang melindungi diri kita dan mereka memiliki teman-teman untuk menjaga kehidupan mereka.

Dengan cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa. Kemudian si anak menambahkan,"Terima kasih, Pa, akhirnya aku tahu betapa miskinnya diri kita." Terlalu sering kita melupakan apa yang kita miliki dan hanya berkonsentrasi terhadap apa yang tidak kita miliki.

Kadang kekurangan yang dimiliki seseorang merupakan anugerah bagi orang lain. Semua berdasar pada perspektif setiap pribadi. Pikirkanlah apa yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan atas anugerah yang telah disediakan oleh-Nya bagi kita daripada kuatir untuk meminta lebih lagi.

Wednesday, September 22, 2004

Orang Beragama atau Orang Berbudi ?

Seorang lelaki berniat untuk menghabiskan seluruh
waktunya untuk beribadah. Seorang nenek yang merasa
iba melihat kehidupannya membantunya dengan membuatkan
sebuah pondok kecil dan memberinya makan,
sehingga lelaki itu dapat beribadah dengan tenang.

Setelah berjalan selama 20 tahun, si nenek ingin
melihat kemajuan yang telah dicapai lelaki itu. Ia
memutuskan untuk mengujinya dengan seorang wanita
cantik. ''Masuklah ke dalam pondok,'' katanya kepada
wanita itu,''Peluklah ia dan katakan 'Apa yang akan
kita lakukan sekarang'?''

Maka wanita itu pun masuk ke dalam pondok dan
melakukan apa yang disarankan oleh si nenek. Lelaki
itu menjadi sangat marah karena tindakan yang tak
sopan itu. Ia mengambil sapu dan mengusir wanita itu
keluar dari pondoknya.

Ketika wanita itu kembali dan melaporkan apa yang
terjadi, si nenek menjadi marah. ''Percuma saya
memberi makan orang itu selama 20 tahun,''serunya.
''Ia tidak menunjukkan bahwa ia memahami kebutuhanmu,
tidak bersedia untuk membantumu ke luar dari
kesalahanmu. Ia tidak perlu menyerah pada nafsu, namun
sekurang-kurangnya setelah sekian lama beribadah
seharusnya ia memiliki rasa kasih pada sesama.''

Apa yang menarik dari cerita diatas? Ternyata ada
kesenjangan yang cukup besar antara taat beribadah
dengan memiliki budi pekerti yang luhur. Taat beragama
ternyata sama sekali tak menjamin perilaku
seseorang.

Ada banyak contoh yang dapat kita kemukakan disini.
Anda pasti sudah sering mendengar cerita mengenai guru
mengaji yang suka memperkosa muridnya.
Seorang kawan yang rajin shalat lima waktu baru-baru
ini di PHK dari kantornya karena memalsukan dokumen.
Seorang kawan yang berjilbab rapih ternyata suka
berselingkuh. Kawan yang lain sangat rajin ikut
pengajian tapi tak henti-hentinya menyakiti orang
lain. Adapula kawan yang berkali-kali menunaikan haji
dan umrah tetapi terus melakukan korupsi di kantornya.

Lantas dimana letak kesalahannya? Saya kira persoalan
utamanya adalah pada kesalahan cara berpikir. Banyak
orang yang memahami agama dalam pengertian ritual dan
fiqih belaka. Dalam konsep mereka, beragama berarti
melakukan shalat, puasa, zakat, haji dan melagukan
(bukannya membaca) Alquran.
Padahal esensi beragama bukan disitu. Esensi beragama
justru pada budi pekerti yang mulia.

Kedua, agama sering dipahami sebagai serangkaian
peraturan dan larangan. Dengan demikian makna agama
telah tereduksi sedemikian rupa menjadi kewajiban dan
bukan kebutuhan. Agama diajarkan dengan pendekatan
hukum (outside-in), bukannya dengan pendekatan
kebutuhan dan komitmen (inside-out). Ini menjauhkan
agama dari makna sebenarnya yaitu sebagai sebuah
sebuah cara hidup (way of life), apalagi cara berpikir
(way of thinking).

Agama seharusnya dipahami sebagai sebuah kebutuhan
tertinggi manusia. Kita tidak beribadah karena surga
dan neraka tetapi karena kita lapar secara
rohani. Kita beribadah karena kita menginginkan
kesejukan dan kenikmatan batin yang tiada taranya.
Kita beribadah karena rindu untuk menyelami jiwa
sejati kita dan merasakan kehadiran Tuhan dalam
keseharian kita. Kita berbuat baik bukan karena takut
tapi karena kita tak ingin melukai diri kita sendiri
dengan perbuatan yang jahat.

Ada sebuah pengalaman menarik ketika saya bersekolah
di London dulu. Kali ini berkaitan dengan polisi.
Berbeda dengan di Indonesia, bertemu dengan polisi
disana akan membuat perasaan kita aman dan tenteram.
Bahkan masyarakat Inggris memanggil polisi dengan
panggilan kesayangan: Bobby.

Suatu ketika dompet saya yang berisi surat-surat
penting dan sejumlah uang hilang. Kemungkinan
tertinggal di dalam taksi. Ini tentu membuat
saya agak panik, apalagi hal itu terjadi pada
hari-hari pertama saya tinggal di London. Tapi setelah
memblokir kartu kredit dan sebagainya, sayapun
perlahan-lahan melupakan kejadian tersebut. Yang
menarik,beberapa hari kemudian, keluarga saya di
Jakarta menerima surat dari kepolisian London yang
menyatakan bahwa saya dapat mengambil dompet
tersebut di kantor kepolisian setempat.

Ketika datang kesana, saya dilayani dengan ramah.
Polisi memberikan dompet yang ternyata isinya masih
lengkap. Ia juga memberikan kuitansi resmi berisi
biaya yang harus saya bayar sekitar 2,5 pound. Saking
gembiranya,saya memberikan selembar uang 5 pound
sambil mengatakan, ''Ambil saja kembalinya.'' Anehnya,
si polisi hanya tersenyum dan memberikan uang
kembalinya kepada saya seraya mengatakan bahwa itu
bukan haknya.
Sebelum saya pergi, ia bahkan meminta saya untuk
mengecek dompet itu baik-baik seraya mengatakan bahwa
kalau ada barang yang hilang ia bersedia membantu saya
untuk menemukannya.

Hakekat keberagamaan sebetulnya adalah berbudi luhur.
Karena itu orang yang ''beragama'' seharusnya juga
menjadi orang yang baik. Itu semua ditunjukkan dengan
integritas dan kejujuran yang tinggi serta kemauan
untuk menolong dan melayani sesama manusia.


Kepemimpinan
Oleh: Arvan Pradiansyah, direktur pengelola Institute
for Leadership & Life Management (ILM) & penulis buku
Life is Beautiful

Monday, September 20, 2004

Api Kemarahan

Oleh : Yulia
Editor : Junarto M Ifah &
Kemmagiri Mitto


Beberapa waktu yang lalu, seorang teman bercerita tentang kemarahan.
Mari kita simak cerita teman kita, Yulia. Ia akan bercerita tentang
pengalamannya seminggu yang lalu. Kala itu, ia berpergian ke Singapura
untuk berlibur selama satu minggu. Hatinya senang sekali, apalagi ada
bonus tujuan, yaitu tujuan spiritual.

Ia mengunjungi Buddhist Fellowship (BF) pada minggu paginya, dari sana
ia tahu akan ada ceramah umum yang akan disampaikan oleh Ajahn
Brahmavamso di Vihara Kuang Ming San (Kong Men San Por Kark See
Monastery), Selasa, 10 Agustus 2004. Ia membicarakan niatannya untuk
menghadiri ceramah umum tersebut dengan kawannya yang bekerja di
Singapura.

Jadwal ceramah dimulai pada pukul 07.30 malam, namun mereka tiba di
sana pada pukul 08.30 malam. Terlambat sampai satu jam. Memang
sebelumnya, kawannya mengajak Yulia untuk makan malam terlebih dahulu,
karena ceramah tersebut cukup panjang, 3 jam lamanya. Ia menyetujuinya.
Setelah selesai, untuk menghindari keterlambatan, mereka naik taksi ke
vihara tersebut. Sayangnya, terjadi kesalahpahaman antara supir taksi dan
Yulia. Bukannya membawanya ke Vihara yang dituju, yang terletak di daerah
sekitar Bishan/Ang Mo Kio, supir taksi itu malah mengantarkan mereka ke
Vihara yang lain, yang terletak di Toa Pa Yoh. Sejak itulah Yulia mulai merasa
marah.

Semua itu dikarenakan ia tidak ingin terlambat
mendengarkan ceramah itu, saat yang istimewa baginya
untuk bertemu dan mendengarkan ceramah Ajahn Brahm
lagi. Ia tidak dapat menghentikan kemarahannya, dan mulai
mengganggu emosinya. Bahkan ia semakin marah dan
sulit berkonsentrasi dalam mendengarkan ceramah. Karena
makin marah, ia mulai menyalahkan dirinya dan kawannya.
Ia berpikir bila ia tidak makan malam, maka ia tidak akan
terlambat. Atau bila mereka menaiki bus umum, maka
mereka tidak terlambat. Atau bila ia tiba lebih pagi, maka
mereka akan duduk di barisan depan, bukan di belakang,
di lantai atas. Selama ceramah itu, ia tidak berbicara dengan
kawannya karena ia berpikir bahwa kawannya adalah
bagian dari kemarahan itu. Ia melengos. Bahkan ia tidak
mau melihat atau duduk disampingnya. Baginya kawannya
adalah orang asing saat itu.

Tetapi kawannya, seorang yang cukup bijak dan mulai
menasehati Yulia dengan berkata, "Nah., dengarkan, Ajanh
Brahm berceramah tentang cinta kasih, dan sepertinya
kamu belum dapat melaksanakannya. Benar tidak? Mana
yang baik, mendengarkan ceramah secara utuh dan kamu
tidak mempraktikkannya atau mendengarkan ceramah
hanya sebagian tapi kamu tetap sabar dan tenang, tidak
ada kemarahan di hatimu?

Tujuan kita kemari adalah untuk menemukan kebahagiaan,
namun kamu sangat marah malam ini. Ini merupakan
penderitaan, benar tidak? Dhamma adalah jalan hidup,
harus dilaksanakan setiap saat. Setiap bagian, setiap
langkah adalah Dhamma. Mempraktikkan lebih baik dari
hanya sekedar menghafal. Cobalah biarkan yang sudah
berlalu, jangan terikat pada ceramah tetapi berusaha untuk
melepaskannya."

Yulia sangat berterimakasih pada kawannya karena
mengingatkan hal tersebut. Bila ia marah selama satu jam,
maka ia akan menderita selama satu jam, semakin lama
ia marah, akan semakin menderita dirinya. Ia segera
menyadari dan menyesalinya. Ia tahu bahwa dirinya masih
jauh dari kesempurnaan.

Menjadi orang yang bijaksana sangatlah penting. Ini
mengingatkan orang lain untuk menyucikan pikiran dan
berbuat kebajikan serta menghindari perbuatan jahat. Ia
sadar akan kebodohan diri sendiri karena marah kepada
seseorang yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Masing-masing dari kita bisa marah, itu sudah biasa, tetapi
menyadari ego sendiri sangatlah penting. Masing-masing
dari kita memiliki pandangan yang berbeda. Mengapa kita
harus terganggu karenanya? Ia menyadari cukup lama
bahwa kita bisa marah karena perbedaan presepsi,
pandangan, pengertian. Kita masih sangat jauh dari
sempurna, sebab persepsi adalah hanya persepsi, tidak
lebih dari itu. Ini bukanlah kebenaran sejati. Ini bukanlah
Dhamma. Kadang-kadang kita dapat menjadi marah karena
orang tidak dapat kita temui, tidak melihatnya. Kadang
pula kita hanya bertemu orang melalui email, di sebuah
mailing list buddhis, lalu kita mengajaknya berdebat dan
mulai tidak menyukai orang itu, bukankan tindakan ini lucu?

Ingat, Dhamma itu untuk dipraktekkan, bukan NATO (No
Action Talk onfiltered= tidak melakukan apa-apa, hanya bicara).
Bila anda mulai marah, sadari, perhatikan. Semua itu anda
yang menentukan. Anda dapat menghilangkan kemarahan
atau menyimpannya sehingga membuat anda menderita.
Bila anda membuka Dhammapada, maka anda akan
menemukan kata-kata yang bijaksana.

"Hendaklah orang menghentikan kemarahan dan
kesombongan, hendaklah ia mengatasi semua
belenggu. Orang yang tidak lagi terikat pada batin dan
jasmani, yang telah bebas dari nafsu-nafsu, tak akan
menderita lagi.

Kalahkan kemarahan dengan cinta kasih dan kalahkan
kejahatan dengan kebajikan. Kalahkan kekikiran dengan
kemurahan hati, dan kalahkan kebohongan dengan
kejujuran"

Semoga kita semua berbahagia dan damai. Semoga semua
mahkluk berbahagia.

==========================

Jangan khawatir tidak bisa
menyelesaikannya, yang
harus dikhawatirkan adalah
bila tidak melakukannya
sama sekali.
[Master Shih Cheng Yen]

Friday, September 17, 2004

Lucu: Ideologi Sapi

Feodalisme: Anda punya dua ekor sapi dan penguasa akan
mengambil sebagian susunya.

Sosialisme: Pemerintah akan mengambil sapi Anda,
meletakkannya di kandang bersama-sama dengan sapi-sapi
milik orang lain. Anda diharuskan memelihara sapi
tersebut dan pemerintah akan memberi Anda susu sesuai
kebutuhan.

Fasisme: Anda punya dua ekor sapi. Pemerintah membayar
Anda untuk memeliharanya, kemudian menjual susunya
kepada Anda.

Komunisme: Anda punya dua ekor sapi. Semua tetangga
ikut memeliharanya dan susu yang dihasilkan dibagi
rata.

Diktatorian: Anda punya dua ekor sapi. Pemerintah
mengambil keduanya dan membunuh Anda.

Militerianisme: Pemerintah mengambil kedua sapi Anda
dan memanggil Anda untuk mengikuti wajib militer.

Demokrasi: Pemerintah menjanjikan akan memberi dua
ekor sapi jika Anda memilih kembali partainya. Ketika
pemilu selesai, presiden terpilih dituduh terlibat
'sapi politik' dan media massa menyebutnya sapigate.

Kapitalisme: Anda punya dua ekor sapi. Anda jual
seekor dan hasilnya dibelikan sapi jantan.

Environmentalisme: Anda mempunyai dua ekor sapi.
Pemerintah melarang Anda mengambil susunya atau pun
membunuh mereka.

Feminisme: Anda mempunyai dua ekor sapi. Mereka
menikah dan mengadopsi anak sapi.

BUMNisme: Anda mempunyai dua ekor sapi, tiap hari
diperah susunya, enggak pernah dikasih makan.

Dwi Fungsi TNIisme: Anda mempunyai dua ekor sapi,
dimanfaatkan oleh pemerintah untuk berbisnis dan
menjaga keamanan.

Cendanaisme: Anda mempunyai dua ekor sapi, harus
disita karena tidak pernah terbukti sapi itu milik
Anda, karena tidak ada surat buktinya.

Konglomeratisme: Anda mempunyai dua ekor sapi,
besok-besok telah melahirkan kuda, kambing , kodok,
ikan, gurita dan sebagainya.

Korupsisme: Anda mempunyai dua ekor sapi, menurut
catatan, seharusnya Anda hanya punya dua kodok saja!.

Kolusisme: Anda mempunyai dua ekor sapi, bersamanya
Anda dapat mendapatkan 2 banteng, 2 macan, 2 singa, 2
kuda.

Nepotisme: Anda mempunyai dua ekor sapi, teman-teman
si sapi ternyata jadi milik Anda juga semuanya!.

Materialisme: Anda mempunyai dua ekor sapi dan tidak
pernah menolak dibawa ke PI mall dan Plaza senayan.

Kanibalisme: Anda mempunyai dua ekor sapi, enggak
pernah mau makan rumput, kecuali daging sapi !

Reformasisme: Anda mengira mempunyai dua ekor sapi,
ternyata cuma ekornya saja !!

Narkobaisme: Anda mempunyai dua ekor sapi, ditukar
dengan 1 gram shabu-shabu...

Munafikisme: Anda mempunyai dua ekor sapi, ternyata
Anda juga seekor sapi !!!.

Provokatisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, bisa
menghasut Anda untuk berbuat aneh-aneh.

Amerikanisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, sanksi
untuk sapi yang satu sangat berbeda dengan yang
lainnya!

Romantisisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, tiba-tiba
minta dinikahkan hari itu juga !

Jadi, yang mana ideologi anda?

Wednesday, September 15, 2004

IRI tiada henti

IRI TIADA HENTI

Ada seorang pemecah batu yang melihat seorang kaya. Iri dengan kekayaan orang itu, tiba-tiba ia berubah menjadi orang kaya.

Ketika ia sedang bepergian dengan keretanya, ia harus memberi jalan kepada seorang pejabat. Iri dengan status pejabat itu, tiba-tiba ia berubah menjadi seorang pejabat.

Ketika ia meneruskan perjalanannya, ia merasakan panas terik matahari. Iri dengan kehebatan matahari, tiba-tiba ia berubah menjadi matahari.

Ketika ia sedang bersinar terang, sebuah awan hitam menyelimutinya. Iri dengan selubung awan, tiba-tiba ia berubah menjadi awan.

Ketika ia sedang berarak di langit, angin menyapunya. Iri dengan kekuatan angin, tiba-tiba ia berubah menjadi angin.

Ketika ia sedang berhembus, ia tak kuasa menembus gunung. Iri dengan kegagahan gunung, tiba-tiba ia berubah menjadi gunung.

Ketika ia sedang bertengger, ia melihat ada orang yang memecahnya. Iri dengan orang itu, tiba-tiba ia terbangun sebagai pemecah batu.

Ternyata itu semua hanya mimpi si pemecah batu.

Karena kita semua saling terkait dan saling tergantung, tidak ada yang betul-betul lebih tinggi atau lebih rendah. Kehidupan ini baik-baik saja kok… sampai Anda mulai membanding-bandingkan.

Kata Sang Guru: "Rasa berkecukupan adalah kekayaaan terbesar."

Pengejaran keuntungan, ketenaran, pujian, dan kesenangan bersifat tiada akhir karena roda kehidupan terus berputar, silih berganti dengan kerugian, ketidaktenaran, celaan, dan penderitaan. Inilah delapan kondisi duniawi yang senantiasa mengombang-ambingkan kita sepanjang hidup.

Kebahagiaan terletak pada kemampuan untuk mengembangkan pikiran dengan seimbang, tidak melekat terhadap delapan kondisi duniawi. Boleh-boleh saja kita menjadi kaya dan terkenal, namun orang bijaksana akan hidup tanpa kemelekatan terhadap delapan kondisi duniawi. Kebahagiaan sejati tidaklah terkondisi oleh apa pun.

Be Happy!

Monday, September 13, 2004

Pencerahan


Dalam Catatan Percakapan Master Chan Kuei Shan Ling-Yu Dari Tan-Chou,
kita tahu bahwa Hsiang-yen tercerahkan seketika oleh suara batu membentur
pohon bambu,
saudaranya Yang-shan datang untuk menguji pencerahannnya. Ketika Yang-shan
datang, Hsiang-yen mengucapkan gatha yang dibuatnya setelah dia mencapai
pencerahan:

Oleh satu benturan segala pengetahuan yang lampau terlupakan
Tidak perlu pencapaian untuk ini
Kejadian ini mengungkapkan rahasia kuno, Dan bebas dari jalur keheningan
Tidak ada jejak yang ditinggalkan. Apapun yang kulihat dan kudengar tidak
mengikuti aturan. Semua yang telah tercerahkan
Menyatakan ini adalah aksi yang terhebat (great action)

Yang-shan tidak menerima gatha ini, berkata: “ Kau cuma mengulang kata2 dari
para Master. Bila kau benar2 sudah mencapai pencerahan, berbicaralah dari
pengalamanmu sendiri!”

Kemudian Hsiang-yen menyusun gathanya yang kedua:
Kemiskinanku yang lalu masih belum benar2 miskin,
Kemiskinanku tahun ini baru benar2 miskin
Pada kemiskinan tahun lalu masih ada tempat untuk menaruh arak
Pada kemiskinan tahun ini bahkan araknyapun sudah tidak ada lagi

Yang-shan kemudian membuat komentarnya yang terkenal utk gatha ini: “ Kau
mungkin sudah mencapai Chan Tathagatha, tapi untuk Chan Patriach
memimpikannyapun kau belum!”

Mendengar ini, Hsiang-yen langsung mengeluarkan gatha ketiganya:
Aku memiliki rahasia, Aku melihatmu dengan mata berkedip
Bila kau tidak memahami ini Jangan menyebut dirimu seorang biksu!

Yang-shan sangat puas dengan gatha ketiga ini, dia pulang melaporkanya ke
Master Kuei-shan:” Aku mengakui bahwa saudara Hsiang-yen telah menembus
Chan Patriach.”

Ketiga gatha tersebut mengungkapkan pengalaman batin Hsiang-yen pada
level yang berbeda2.

Yang pertama adalah deskripsi intelektual atas pencerahannya. Meskipun dia
benar2 telah tercerahkan, gatha ini cuma produk konseptual belaka dari
pengalaman pencerahnnya, bukan pengungkapan langsung dari kedalaman bawah
sadarnya.

Gatha kedua Hsiang-yen mengacu pada kekosongan absolut, “kemiskinan”, demikian
dia menyebutnya,, sebagai metafora dari kekosongan yang biasa dicapai melaui
meditasi. Karenanya Yang-shan menyebutnya sbg Chan Tathagatha.

Gatha yang ketiga berbeda dari pendekatan tradisional. Bukan merupakan
deskripsi intelektual dari pencerahan, juga tidak berbicara ttg pencapaian
kekosongan atau ketiadaan. Dengan kata lain, bebas dari pengungkapan verbal
maupun kekosongan itu sendiri.

Dalam “mata yang berkedip” terdapat aksi besar (great action) yang
mengungkapkan potensi besar (great potentiality) dari kedalaman
pengalaman sejati.
Hanya mereka yang telah mencapai level pemahaman yang sama yang dapat mengerti
apa yang dimaksud Hsiang-yen, karenanya Yang-shan menerima gatha ketiga ini
dengan sepenuh hati.

p.189-190

Original Teachings Of Ch’an Buddhism
-Chang Chung-Yuan

*********************************************************************************
"As the wise test gold by burning, cutting, and rubbing it on a piece
of touchstone, so are you to accept my words after examining them and
not merely out of regard for me."

Buddha.
==========================================================
http://harianto.blogspot.com
*****************************


Friday, September 03, 2004

L I T T L E things

After Sept. 11th, one company invited the remaining members of other
companies who had been decimated by the attack on the Twin Towers to
share their available office space.

At a morning meeting, the head of security told stories of why these
people were alive...... and all the stories were just: The 'L I T T L E'
Things.

As you might know, the head of the company got in late that day because
his son started kindergarten.

Another fellow was alive because it was his turn to bringdonuts. One
woman was late because her alarm clock didn't go off in time. One was
late because of being stuck on the NJ Turnpike because of an auto
accident. One of them missed his bus. One spilled food on her clothes
and had to taketime to change. One's car wouldn't start.
One went back to answer the telephone.
One had a child that dawdled and didn't get ready as soon as he should
have. One couldn't get a taxi. The one that struck me was the man who
put on a new pair of shoes that morning, took the various means to get
to work but before he got there, he developed a blister on his foot. He
stopped at a drugstore to buy a Band-Aid. That is why he is alive today.

Now when I am stuck in traffic, miss an elevator, turn back to answer a
ringing telephone .... all the little things that annoy me. I think to
myself, this is exactly where God wants me to be at this very moment.

Next time your morning seems to be going wrong, the children are slow
getting dressed, you can't seem to find the car keys, you hit every
traffic light, don't get mad or frustrated; God is at work watching over
you.

May God continue to bless you with all those annoying little things and
may you remember their possible purpose. Pass this on to someone else,
if you'd like.
There is NO LUCK attached.

*********************************************************************************
"As the wise test gold by burning, cutting, and rubbing it on a piece
of touchstone, so are you to accept my words after examining them and
not merely out of regard for me."

Buddha.
==========================================================
http://harianto.blogspot.com
*****************************