Tuesday, February 15, 2005

Tak membedakan (1)

Konsumsi yang Berkesadaran

Y.A. Maha Biksu Thich Nhat Hanh
Diterjemahkan oleh Jimmy Lominto


Kebahagiaan adalah sesuatu yang bersifat kolektif. Kebahagiaan tidak
bisa bersifat individual. Itulah yang saya pelajari dari agama Buddha.
Dalam hubungan, misalnya dalam hubungan antara ayah dan putranya, atau
ibu dan putrinya, kita akan melihat jika putranya tidak bahagia, maka
mustahil bagi sang ayah untuk bahagia. Demikian pula dengan ibu dan
putrinya. Jika anaknya tidak bahagia, si ibu tidak akan benar-benar bahagia.
Maka dari itu, agar pihak lain bisa bahagia, anda, anda sendiri perlu
bahagia. Dan agar anda bisa bahagia, anda perlu membuat orang lain
bahagia. Jika ayah terlalu banyak menderita, mustahil bagi anak untuk
menikmati hidup, menjadi bahagia. Maka dari itu, kita harus berusaha
melakukan apa yang dapat kita bantu untuk menolong sang ayah agar menderita
lebih sedikit. Upaya itu akan membuat anda bahagia—upaya itu adalah untuk
kesejahteraan diri anda juga.

Dalam agama Buddha ada sejenis kebijaksanaan yang disebut “Pikiran Non
Diskriminasi” [pikiran yang tidak membeda-bedakan].” Pikiran ini
dideskripsikan sebagai “Kebijaksanaan Non Diskriminasi,” dan jika kita dapat
mengolah kebijaksanaan ini dalam diri kita, kita akan dapat membawa
banyak sekali kebahagiaan pada diri kita maupun orang lain, orang yang
kita cintai, dan bahkan orang yang tidak kita kasihi.

Lihatlah tangan saya, tangan kanan saya. Tangan ini sungguh
menakjubkan. Ia bisa tulis puisi. Saat anda melihat tangan saya, anda tidak
melihat puisi, anda tidak melihat sajak, tapi anda tahu tangan ini punya
kapasitas untuk menulis puisi, tangan ini dapat menulis kaligrafi, dan
ratusan puisi telah ditulis tangan kanan ini. Pada saat kita melihat tangan
kiri, kita bertanya pada diri sendiri, “Apakah tangan kiri juga bisa
tulis puisi?” Sebenarnya, tangan kiri saya belum pernah tulis puisi, tapi
ia tidak merasa minder karena hal ini, sebab dalam tangan kiri ini ada
pikiran yang disebut pikiran non diskriminasi. Ia melihat bahwa ia
manunggal adanya dengan tangan kanan dan tangan kanan tidak berpikir,
“Akulah si tangan kanan. Akulah yang melakukan segalanya. Kau, si tangan
kiri, kau sungguh tiada guna.” Tangan kanan tidak punya pemikiran seperti
itu—tidak pernah, tidak akan pernah! Di dalam tangan kanan ada pikiran
non diskriminasi. Bagi si tangan kanan, sama sekali tidak ada
perbedaan.
Ada kemanunggalan yang sempurna antara tangan kanan dan tangan kiri.
Kanan dan kiri manunggal adanya. Maka dari itu, tiada kecemburuan, tiada
bangga-banggaan, tiada diskriminasi. Itulah sebabnya mengapa tangan
kiri bahagia: sebab, tangan kiri bukanlah obyek diskriminasi si tangan
kanan. Dan setiap kali terjadi sesuatu pada si tangan kiri, tangan kanan
tahu apa yang sedang terjadi pada si tangan kiri dan tangan kanan akan
segera melakukan sesuatu untuk meringankan derita si tangan kiri.

Suatu ketika saya sedang menggantung lukisan ke atas dinding. Saya
sedang pegang palu di tangan kanan saya. Saya tidak tahu kenapa, bukannya
memantek paku, malah saya pantek jari saya dan tangan saya pun
kesakitan, jatuhlah paku itu. Segera tangan kanan saya meletakkan palu dan
merawat tangan kiri saya dan ia lakukan segala yang bisa dilakukannya untuk
meringankan derita tangan kiri saya. Aksi tangan kanan ini bisa
dideskripsikan sebagai berdasarkan pikiran non diskriminasi. Tangan kanan
merawat tangan kiri tanpa berpikir secara diskriminatif, “Akulah si tangan
kanan, aku sedang merawat tangan kiri.” Tidak ada diskriminasi macam
itu. Dengan demikian, tangan kanan bertindak dalam cara yang tidak
diskriminatif. Ada saat-saat ketika tangan kanan bekerja sama dengan tangan
kiri untuk melakukan sesuatu, main piano misalnya; kedua tangan bekerja
sama untuk menghasilkan musik dan ada keselarasan yang sempurna antara
kedua tangan itu. Maka dari itu, jika anda lihat tubuh anda, pikiran
anda
secara mendalam, anda akan melihat bahwa pikiran non diskriminasi,
spirit non diskriminasi sudah ada di dalam diri anda. Dan jika anda
gunakan spirit ini dalam hubungan anda dengan orang lain, maka kebahagiaan
pun menjadi dimungkinkan. (Bersambung)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home