Saturday, June 26, 2004

Waisak Thiencen 2004

Pentas drama yang dimulai pukul 15.30 WIB sangat luar biasa, karena
pertunjukan yang melibatkan 30 orang pemain dan 20 orang penari ini
diiringi 80 orang tim paduan suara dan vocal grup beranggotakan 8 orang,
yang menempati sisi kiri dan kanan panggung. Sekitar 10 lagu versi
Inggris, Mandarin dan Indonesia, diantaranya Distorted World, Ren Lei
Ciang Ru He Sheng Chun Sia Chii, Kemana Hidup Harus Dijalani, Sang
Buddha, Lagu Pertobatan dan lain-lain mereka kumandangkan secara live
sesuai dengan adegan yang ditampilkan. Seluruh pendukung acara ini
merupakan gabungan dari vihara-vihara di Jakarta. Kerjasama mereka
menghasilkan tontonan yang penuh makna, ada rasa haru, lucu, sedih,
bahagia, dengan akting yang sangat mantap dan natural. Drama kolosal
selama hampir dua jam ini mengundang banyak decak kagum dan pujian dari
sekitar 1.000 penonton yang memadati lantai 3, yang sebagian tidak
kebagian tempat duduk. 20 orang penari yang unjuk kebolehan di tengah
adegan dengan pakaian kuning cerahnya juga mengundang tepuk tangan meriah
karena formasi mereka yang indah, gerak yang energik dan kompak dengan
iringan lagu Semesta Keluarga Yang Bahagia secara live.

Drama dibagi dalam empat babak. Babak pertama menceritakan kehidupan masa
kini yang penuh Dukkha, di mana manusia mengalami krisis nurani, dengan
pengrusakan alam dan pemujaan materi yang berlebihan. Dunia yang dulunya
indah dan alami, penuh kebahagiaan dan kedamaian. Udara bersih, air
jernih, hawa sejuk dan pohon teduh, bunga-bunga bermekaran, suara angin,
burung dan serangga menghadirkan simfoni alam yang merdu dan harmonis.
Namun semakin lama semakin hilang karena pengeksploitasian sumber dana
alam yang semena-mena, menghalalkan segala cara, egois dan apatis,
manusia sedang berjalan menuju kehancuran. Semua ini mengakibatkan
polusi, sampah dan wabah penyakit, rakyatpun menjadi menderita sehingga
akhirnya menyulut demontrasi. Kehidupan manusia di masa sekarang, di masa
akhir Dharma, masa di mana manusia telah mengalami kematian hati nurani.
Manusia semakin jauh dari kebenaran, hidup dalam kegelapan dan ketakutan.
Inilah masa akhir Dharma yang telah disabdakan oleh Sang Buddha lebih
dari 2.500 tahun yang lalu.

Penampilan pemain yang sangat menjiwai peran sebagai rakyat miskin yang
menderita, yang pada akhirnya dengan penuh kemarahan berdemontrasi,
sungguh sangat menyentuh dan mengharukan, ditambah lagi tampilnya seorang
pemain berpantomin dengan pakaian putih-putih sebagai simbol hati nurani,
dengan mimik wajah yang sarat penderitaan. Itulah gambaran nyata
kehidupan kita sekarang.


Layarpun ditutup dan babak selanjutnya mengambarkan masa lebih dari 2.500
tahun yang lalu. Sang Buddha Gautama dari keluarga Sakya telah mencapai
Anuttara Samyak Sambodhi, penerangan sempurna, di atas Puncak Gunung
Pasa. Sang Buddha memanggil Buddha Maitreya yang waktu itu terlahir
sebagai salah satu murid-Nya, Ajitta (Maha Ratna Kuta Sutra bab 88). Sang
Buddha berpesan kepada Buddha Maitreya, ”500 tahun ke lima pada masa
lenyapnya Dharma Sejati, Engkau harus datang untuk melindungi Tri Ratna
Sejati, agar jangan sampai lenyap dari muka bumi ini.”

Berturut-turut kemudian ditampilkan adegan-adegan per masa 500 tahun.
Masa 500 tahun pertama adalah masa Dharma Sejati. Inti pokok yang utama
pada masa ini adalah Tranmisi Sejati Inisiasi Firmani dari Sang Buddha
kepada Maha Kasyapa di puncak Grdarakuta, yang diteruskan kepada Ananda
dan dilanjutkan para patriat yang akhirnya sampai kepada She Cun dan She Mu.

Masa 500 tahun kedua adalah masa Dhyana Samadhi. Para pembina bersusah
payah membina melakukan Samadhi hanya untuk menginsafi Aku Sejati yang
telah kita dapatkan dengan Chiu Tao di masa ini.

Masa 500 tahun ketiga adalah masa Sutra dan Kitab Suci. Orang-orang
mempelajari Sutra dan Kitab Suci untuk mencari kebenaran Dharma yang
tersirat di dalamnya.

Masa 500 tahun keempat adalah masa Pembangunan Candi dan Pagoda. Pada
masa ini agama Buddha berkembang pesat. Tempat-tempat pemujaan Buddha
sangat populer. Raja memerintahkan membangun Candi/Pagoda untuk umat
beribadah.

Masa 500 tahun kelima adalah masa Kekacauan dan Bencana di mana manusia
terikat nafsu-nafsu dunia, harta, nama yang menghancurkan dunia, sampai
akhirnya manusia pun tersadar untuk mencari jalan untuk menyelamatkan diri.


Babak ketiga adalah masa Transisi dan Kebangkitan Nurani. Setelah
melihat, merasakan dan mengerti tentang kenyataan hidup yang penuh dengan
dukkha, ditambah kekacauan dan malapetaka yang terjadi karena keserakahan
dan egonya sendiri, manusiapun mulai sadar, mulai mencari cara untuk
mengakhiri semua penderitaan ini. Siapa yang menuntun dan membimbing umat
manusia? Dialah Buddha Maitreya, Sang Magga (jalan terang)! Demikianlah
mereka yang beriman terus meneladani jiwa Buddha Maitreya untuk mencintai
dan mengasihi semua makhluk, mereka telah mendatangkan harapan dan cahaya
terang bagi dunia.

Babak keempat Dukkha Nirodha-Visi. Baik dan jahat, benar atau salah,
hitam atau putih, suka dan duka kehidupan ada di dalam satu niat hati
manusia. Kenapa manusia bisa salah memilih? Karena ketidaktahuan. Inilah
tugas siswa-siswi Maitreya, membawa kabar gembira. Buddha Maitreya
merubah ketidaktahuan itu menjadi kebijaksanaan, menebarkan kasih,
menggugah manusia agar tidak lagi egois. Di sinilah benih kebahagiaan
sejati akan bersama. Kebahagiaan duniawi yang dibangun di atas
penderitaan umat manusia dan pengrusakan lingkungan akan mendatangkan
karma buruk dan bencana.

Pertunjukan drama diakhiri dengan bertobatnya pengusaha besar yang diawal
pertunjukan digambarkan sewenang-wenang menjarah kekayaan alam, setelah
bencana demi bencana menimpa dirinya. Kehadiran seorang Pandita yang
menyarankan agar berpartisipasi dalam Proyek Suci Berkah Semesta sebagai
wujud nyata penyesalan dan pertobatan atas dosa-dosa yang telah dilakukan.



**********************************************************************



0 Comments:

Post a Comment

<< Home