Friday, June 25, 2004

Still there is an honest person in this world


Check this please ... this is a good article for today.

Kisah Tukang Pisang
Source: Unknown, Indonesia.

Seperti biasanya malam itu (sekitar pkl 21.30 wib)
saya dan dua orang tetangga kompleksku ngobrol di
gardu siskamling samping rumahku. Sedang asyik kami
ngobrol-ngobrol, dari soal politik, olah raga sampe
masalah warga kompleks dibahas dengan lugas layaknya
talk show di TV-TV yang sedang marak, lewatlah seorang
tukang pisang dengan ditemani seorang bocah seumuran
anak SD, menjajakan dagangannya, "Pisang... pisang..,"
begitu teriaknya.

Terhenti sejenak obrolan kami mengamati si tukang
pisang tersebut, muncul beberapa pertanyaan diantara
kami,
"Mengapa sudah malam begini masih ada saja tukang
pisang keliling?" celetuk salah satu tetangga sebut
saja Dedi.
"Kenapa bawa anak kecil segala?" tandas Eri tetangga
ku dengan kritisnya.
"Ada apa keranjang pisangnya dipegangi anaknya itu?"
tanyaku dengan penuh selidik.

Akhirnya kami mencoba menegurnya, "Wah, malam-malam
masih ada pisang ya mang?" tanyaku.
"Iya pak,ada pisang raja dan ambon, masih seger dan
masak dipohon pak" sahut si tukang pisang. "Ini anak
mamang?" tanya Dedi.
"Iya pak, anak saya yang ke dua," sahutnya.
"Kok malam-malam ikut jualan apa tidak belajar?" tanya
Eri penasaran.
"Sudah belajar pak tadi sore sebelum nganter bapak
jualan" jawab anak itu.
"Kok Bapak malam-malam masih jualan bawa anak lagi,
apa gak kasihan anak Bapak kan besok pagi-pagi harus
ke sekolah" tanya ku.
"Bapak saya buta, jadi terpaksa harus diantar kalau
mau jualan keliling pak" sahut anak itu menjelaskan.

Kami begitu kaget mendengar penjelasan seorang bocah
ingusan yang begitu berbakti kepada orang tuanya yang
sedang berusaha itu. Bagaimana tidak, seorang penjual
pisang sampai malam begitu dia keliling kompleks
ditemani anaknya yang sesuai SD itu.

"Bapak kalau pagi mangkal di dekat pasar, selepas
ashar beliau keliling komplek pak, untuk menjual sisa
dagangannya," timpal anak itu.
Itu semua dilakukan demi menghidupi dua anak dan sang
istri.

Dengan rasa simpati kami saling bisik-bisik untuk
membelinya. Karena begitu terharu saya dan dua orang
tetanggaku membeli pisang dengan melebihkan pembayaran
dari harga yang ditawarkanya. Tapi apa yang kami
lakukan rupanya mendapat tanggapan berbeda dari si
tukang pisang.

"Ini pak, kembaliannya seribu rupiah," tukas si tukang
pisang.
"Sudah buat bapak dan anak bapak saja," jawab kami
serempak tanpa sadar.
"Maaf pak saya jualan bukan pengemis," sahutnya.

Dia mengembalikan semua kelebihan uang kami yang
sebenarnya sengaja kami berikan. Kemudian si tukang
pisang permisi dan pergi bersama anaknya menjajakan
dagangannya sembari menuju pulang ke kampungnya.

Terbetik dalam sanubari kami masing-masing, masih ada
orang jujur dan mulia di dunia ini. Uang lebih seribu
rupiah pun tidak dia terima (karena bukan haknya) demi
harga diri dan prinsip yang begitu luhur.

"Saya jualan bukan pengemis pak," dinyatakan oleh
seorang tukang pisang yang buta.

Ada dua pelajaran berharga yang kita bisa petik dari
kisah tersebut:

Pertama seandainya mental itu (tidak rakus pada harta
yang bukan haknya) ada di sanubari semua penjabat kita
tentu triliunan rupiah uang negara (rakyat) yang bisa
diselamatkan di negeri ini untuk mensejahterakan umat,
tidak terkecuali kita juga tentunya.

Kedua betapa optimisnya si tukang pisang, dengan
kondisi yang buta dia keliling kompleks sampai larut
malam mencari rejeki, sementara kita orang yang lebih
beruntung (mata normal) mungkin sudah santai nonton TV
atau beranjak tidur.

Semoga kita bisa lebih mensyukuri nikmat dan anugerah
Tuhan kepada kita semua.





**********************************************************************



0 Comments:

Post a Comment

<< Home